Sekian bulan dengar kata isolasi mandiri seperti perkara tak mengenakkan. Bukit Posong membuat saya menyadari satu hal, ada kenikmatan dalam terisolasi dan sendiri. Spot di Temanggung, Jawa Tengah, ini jelas bukan spot wisata baru. Tergolong populer malah. Tapi berada di Bukit Posong setelah sekian bulan serba pembatasan ternyata menghadirkan kesegaran dan sedikit pikiran nakal. Ya, kenapa kemarin-kemarin ga mengisolasi diri di sini aja?
Fasilitas pendukung di obyek Wisata Alam Posong ini sudah cukup lengkap, jadi mungkin tinggal di sini 3 bulan juga ga bakal terasa susah-susah amat. Kalau mau kerja dan perlu koneksi internet, tinggal pergi ke kota sekalian cari jajanan dan menikmati eksotisme Temanggung saat kebanyakan penduduk mengurangi aktivitas keluar rumah. Rasanya baru kemarin saya hilir mudik melintasi Temanggung, Parakan menuju Wonosobo atau menginap di Kledung dan puncak Sindoro. Kota ini kurang asik kalau lagi padat aktivitas, tapi jadi terasa eksotis kala malam menjelang dan kawanan kabut mulai menjelajah kebawah bersama dingin.
Wisata Posong berada di sebuah lembah tempat bertemunya kaki Sindoro dan Sumbing, secara administratif ada di wilayah Desa Tlahab, Kecamatan Kledung. Karena itu sebenarnya Ploso bukan hanya menawarkan keindahan panorama pegunungan, tapi juga nikmatnya menyatu dengan keseharian warga sekitar Kledung yang sudah sejak lama biasa bercengkerama dengan para pendatang yang hendak menjajal keangkuhan Sindoro.
Meski berada tepat di tengah-tengah Sindoro dan Sumbing, lokasi Kledung relatif lebih dekat ke kaki Sindoro. Sejak puluhan tahun silam Kledung populer dikalangan para pendaki gunung sebagai salah satu basecamp pendakian. Para pendaki biasa singgah mempersiapkan diri di rumah-rumah warga, yang sebagian masih berupa bangunan gaya lama dengan pagar bambu (gedhek) . Memori suasana salah satu rumah yang dulu sering saya singgahi, para pendaki berkumpul menghangatkan diri di sebuah ruang luas, bertembok bambu dengan sebuah dipan (ranjang) bambu di salah satu sudutnya. Di salah satu sudut ruangan itu, sang pemilik rumah yang sudah lanjut usia memasak dengan tenang menyajikan masakan pesanan anak-anak muda pendaki gunung itu.
Nuansa hangat dan sederhana itu biasanya terjadi antara jam 7 hingga 10 malam. Pendakian memang biasanya dilakukan malam hari, setelah jam 9 malam, biasanya pukul 6 pagi sudah akan sampai di puncak Sindoro. Kalau tak terhalang hujan dan badai, dua peristiwa alam yang seperti melekat dengan Sindoro.
Diperbarui : 23 Mar 2021